UPT Bahasa Unri Gelar Workshop Bahasa Isyarat untuk Dosen

UNRINews. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Bahasa Universitas Riau (Unri) menggelar kegiatan Signs Language Workshop for Lecturers yang diikuti oleh para dosen dari berbagai fakultas di lingkungan Universitas Riau. Kegiatan ini bertujuan untuk membekali dosen dengan keterampilan dasar bahasa isyarat sebagai bentuk dukungan terhadap pendidikan inklusif dan ramah disabilitas di perguruan tinggi.
Kegiatan yang dilaksanakan pada Senin (30/6) di Aula Kampar Gedung Integrated Classroom Kampus Binawidya Panam ini menghadirkan Natta Riviana SPd MPd selaku Fasilitator Pendidikan Inklusif Nasional serta Muryanti SPd MSc selaku Instruktur SUN Education Pekanbaru.
Kepala UPT Bahasa Universitas Riau, Prof Dr Afrianto MEd menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari program jangka panjang Universitas Riau dalam menciptakan lingkungan kampus yang inklusif dan berkeadilan.
“Kemampuan menggunakan bahasa isyarat bagi dosen sangat penting, terutama untuk memberikan akses setara kepada mahasiswa penyandang disabilitas. Workshop ini adalah langkah awal untuk menciptakan pembelajaran yang lebih adaptif dan humanis,” ujar Prof Afrianto.

Dilanjutkannya, pendidikan yang iklusi bukan hanya tentang fisik, tetapi juga tentang memastikan bahwa setiap suara termasuk yang berbicara melalui tangan dapat didengar dan dihargai. Bahasa isyarat bukan sekedar alat komunikasi, tetapi jembatan menuju dunia pengetahuan yang setara bagi semua. Mari bersama mewujudkan kampus yang benar benar inklusif untuk semua, tutup Prof Afrianto.
Sementara itu, Natta Riviana saat memberikan materi, ia mengangkat topik tentang pengenalan bahasa isyarat dan komunikasi dasar. Pada dasarnya, menurut Natta bahasa isyarat alamiah digunakan oleh komunitas tuli bukan bahasa standarisasi, bahasa isyarat juga merupakan bagian dari identitas tuli yang terdiri dari gestur tubuh, ekspresi wajah dan gerak bibir, tutur Natta

Bagi penyandang disabilitas, ada beberapa budaya yang harus dilakukan, seperti perkenalan, cara memanggil orang, cara menarik perhatian umum, kontak mata dengan kawan tutur, jarak waktu berkomunikasi, bunyi bunyian ketika beraktivitas, tambah Natta.
Disisi lain, Muryati SPd MSc memberikan materi tentang Urgensi Bahasa Isyarat di Perguruan Tinggi dan simulasi percakapan dan etika berkomunikasi dengan teman Tuli. Menurutnya dalam upaya mendorong inklusivitas di lingkungan akademik, penguasaan bahasa isyarat bukan sekadar keterampilan, tapi bentuk nyata penghormatan terhadap hak berkomunikasi teman Tuli. Perguruan tinggi sebagai agen perubahan harus mempelopori lingkungan yang aksesibel,” tutup Muryati (Rabit foto: Niko, Alkadris)***