unrinews. “Kegiatan ini menjadi momen penting untuk memahami dan menerapkan aturan-aturan hukum yang berlaku dalam konteks perkembangan begitu dinamis, tentunya dibutuhkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai aspek yang terkait undang-undang regulasi yang ada serta yang dapat kita harapkan membantu dalam pemahaman meningkatkan kualitas penegakan hukum di Indonesia.”
Hal ini disampaikan Rektor UNRI Prof Dr Sri Indarti SE MSi saat menyampaikan sambutan pada kegiatan Kumham Goes to Campus tahun 2023, dalam rangka sosialisasi Undang-Undang (UU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta Rancangan Undang-undang (RUU) Paten dan Rancangan Undang-undang (RUU) Desain Industri kepada para Mahasiswa, Aparat Penegak Hukum (APH), hingga Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), Rabu (17/5/2023) di Gedung Aula Serbaguna M Diah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Kampus Bina Widya UNRI.
“Kami mengucapkan terimakasih kepada Wamenkumham yang telah hadir di tengah-tengah kita dalam rangka sosialisasi ini, kita berharap menjadi forum momen yang memberikan manfaat yang maksimal kepada mahasiswa khususnya serta dapat memperkuat visi UNRI dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sumberdaya yang berkualitas dan kompeten terkhusus dalam bidang hukum,” ujar Rektor.
Kegiatan ini merupakan suatu kolaborasi yang kuat untuk UNRI dan Kemhumham dalam rangka mempererat kolaborasi dalam menjalankan tugas dan fungsi dimasing-masing dalam meningkatkan SDM dimasa mendatang. Melalui kegiatan ini, Kemenkumham RI ingin memberikan informasi, pemahaman baru tentang UU KUHP yang telah disahkan. Tujuannya untuk menjaring aspirasi masyarakat khususnya mahasiswa karena mahasiswa merupakan elemen bangsa yang kritis dan idealis yang perlu diserap aspirasinya.
“Terimakasih atas kepercayaan Kemenkumham yang telah menyelenggarakan Kumham Goes to Campus di UNRI. Ini sebagai wadah sosialisasi UU KUHP baru kepada Aparat Penegak Hukum (APH), masyarakat luas. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan dapat memperkenalkan Kumham kepada Kampus, untuk memberikan kesadaran hukum kepada masyarakat tentang apa yang dikerjakan oleh Kemenkumham dan dapat mendekatkan kepercayaan dari publik,” kata Sri Indarti.
Pada kesempatan itu, Rektor juga mengapresiasi Wamenkumham sebagai motivasi bagi peserta, larena Wamenkumhan pada saat usia 37 tahunan sudah memperoleh peringkat tertinggi dalam pendidikan sebagai guru besar. “ini menjadi pemicu motivasi untuk kita semua khususnya sivitas akademika UNRI untuk lebih giat lagi mengejar predikat tersebut.”
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Prof Dr Edward Omar Sharif Hiariej SH MHum saat menyampaikan materi tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah disahkan oleh pemerintah mengatur badan hukum atau korporasi sebagai pihak yang dapat bertanggung jawab dan dipidana. Penjatuhan pidana pokok, pidana tambahan, dan tindakan dikenakan kepada korporasi dan orang-orang yang terlibat. Baik pengurus yang memiliki kedudukan fungsional, pemberi perintah, pemegang kendali, hingga pemilik manfaat.
Lebih lanjut, Ia menjelaskan salah satu perbedaan mendasar KUHP baru dengan KUHP kolonial adalah pengedepanan norma restorative justice, di mana hukuman yang akan diberikan bagi setiap tindak pidana akan bertitik berat pada pemulihan keadilan, bukan semata pada penghukuman.
Pemerintah mengucapkan terima kasih kepada masyarakat atas partisipasinya dalam momen bersejarah ini. Indonesia kini memiliki produk hukum buatan bangsa yang berlandaskan Pancasila. Pengesahan KUHP pada bulan Desember lalu, merupakan momen bersejarah dalam penyelenggaraan hukum pidana di Indonesia, ujarnya.
Pengesahan KUHP merupakan titik awal reformasi penyelenggaraan pidana di Indonesia yang sesuai dengan dinamika masyarakat saat ini. KUHP yang baru disahkan, telah melalui pembahasan secara transparan, teliti, dan partisipatif. Pemerintah dan DPR telah mengakomodasi berbagai masukan dan gagasan dari publik.
Tambahnya sejak awal RKUHP selalu melibatkan keterlibatan publik. Misi Pembaruan Hukum yang diusung dalam RKUHP Nasional antara laini, Dekolonialisasi: Upaya menghilangkan nuansa kolonial dalam substansi KUHP lama, yaitu mewujudkan Keadilan Korektif-Rehabilitatif-Restoratif, Tujuan dan Pedoman Pemidanaan Standard of Sentencing, dan memuat alternatif Sanksi Pidana.
Demokratisasi: Pendemokrasian rumusan pasal tindak pidana, RKUHP sesuai Konstitusi (Pasal 281 UUD 1945) & Pertimbangan Hukum dari Putusan MK atas pengujian pasal-pasal KUHP yang terkait, Konsolidasi Penyusunan kembali ketentuan pidana dari KUHP lama dan sebagian UU Pidana di luar KUHP secara menyeluruh dengan Rekodifikasi (terbuka-terbatas), Harmonisasi Sebagai bentuk adaptasi & keselarasan dalam merespon perkembangan hukum terkini, tanpa mengesampingkan hukum yang hidup (Living law), dan Modernisasi: filosofi pembalasan klasik (Dood-strafrecht) yang berorientasi kepada perbuatan semata-mata dengan filosofi integrati (Dood-Doderstrafrecht-Slachtoffer) yang memperhatikan aspek perbuatan, pelaku dan korban kejahatan (pemberatan dan peringanan pidana).
“Hal terpenting dari ini semua adalah merubah mindset dan pola pikir masyarakat Indonesia untuk tidak menggunakan Hukum pidana sebagai ajang balas dendam. Tidaklah mudah bagi kami membentuk KUHP di tengah-tengah masyarakat yang multi etnis, tapi setidaknya bisa memberikan solusi terbaik dalam menghadapi permasalahan yang terjadi di masyarakat” terangnya. (wendi. ed: rion. foto: m.rizki. januardi) ***