unri.ac.id Waduk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang yang menjadi ekosistem perairan di Daerah Tangkapan Air (DTA), menghadapi permasalahan yang serius beberapa tahun terakhir. Waduk yang berfungsi sebagai penghasil energi ini memiliki kontinuitas air yang tidak stabil, kekeringan pada saat musim kemarau dan banjir pada musim hujan telah menyebabkan pembangkit listrik tersebut kurang berfungsi secara optimal.
Ketua PSLH Unri Dr Suwondo MSi, saat dijumpai, Rabu (25/7) di Kampus Universitas Riau (Unri), menyebutkan kondisi ini terjadi disebabkan oleh dua faktor utama, diantaranya adalah faktor manusia dan faktor alam. Faktor manusia yang aktivitas antropogenik bersifat destruktif, sementara faktor alam seperti tingginya presipitasi. Kondisi tersebut pada akhirnya secara simultan menimbulkan tekanan dalam dimensi ekologis, sosial, dan ekonomi sehingga mengancam fungsi DTA di Kawasan PLTA Koto Panjang.
“Fenomena yang terjadi pada dua dekade terakhir yaitu terjadi kenaikan debit air di PLTA Koto Panjang yang mengakibatkan terjadinya banjir di Kabupaten Lima Puluh Kota. Kondisi ini disebabkan adanya perubahan ekologi DTA seperti perubahan tutupan lahan, curah hujan yang tinggi maupun adanya pembalakan liar di sekitar DAS PLTA Koto Panjang. Untuk itu, perlu perumusan Strategi dan Rencana Aksi yang Implementatif untuk Pengelolaan Daerah Tangkapan Air Waduk PLTA Koto Panjang,” jelas Suwondo.
PLTA Koto Panjang ini, lanjut Suwondo, pengelolaan DTA memang merupakan wewenang dari Perusahaan Terbatas Pembangkit Listrik Negara (PT-PLN). Namun karakter DTA Koto Panjang ini berada pada lintas administrasi berbeda. Maka dari itu, semua sektor yang berkaitan dengan DTA ini diajak untuk merumuskan bagaimana strategi dan rencana aksi yang implementatif untuk pengelolaan DTA Waduk PLTA Koto Panjang secara berkelanjutan.
Sumber: HUMAS Universitas Riau
Pada kesempatan lain, Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Unri bekerjasama dengan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDAS-HL) Indragiri-Rokan telah membuat kajian dengan mengadakan kegiatan FGD (Focus Group Discussion) dalam penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Pengelolaan Daerah Tangkapan Air Waduk PLTA Koto Panjang pada Selasa 24 Juli 2018 lalu di Gedung Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unri.
“Pada FGD tersebut, kita melibatkan berbagai institusi pemerintah, perguruan tinggi, pihak swasta dan asosiasi sebagai narasumber dan sebagai peserta diskusi. Dari pemerintah seperti BPDAS-HL Indragiri Rokan, Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Riau, Badan Wilayah Sungai Sumatera, dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau,”jelas Ketua PSLH ini.
Dari perguruan tinggi, lanjutnya, tentunya melibatkan Universitas Riau yang terdiri dari para ahli dan mahasiswa pascasarjana, dan perwakilan dari Universitas Negeri Padang. Sementara dari pihak swasta juga melibatkan WWF Indonesia, Forum DAS Kampar dan PT PLN (Persero).
Manager PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara Sektor Pembangkitan Pekanbaru Syahminan Siregar, yang juga sebagi narasumber dalam FGD, menjelaskan bahwa PLTA Waduk Koto Panjang saat ini sudah dimanfaatkan sebagai Sumber Energi terbarukan, seperti kegiatan ekonomi kerakyatan (petani keramba), objek wisata air dan alam (Ulu Kasok), wahana olahraga air (perahu dayung), kegiatan hobi dan minat (memancing), dan sebagai pengendali banjir maupun kemarau.
Kepala P3ES Drs Amral Fery, MSi menjelaskan permasalahan yang terjadi pada Daerah Aliran Sungai Kampar terjadi karena adanya alih fungsi lahan dan hutan di sekitar DAS Kampar, dan adanya Penambangan Batu, maupun telah terjadinya illegal logging di kawasan DAS Kampar yang mengakibatkan semakin meningkatnya lahan kritis (75.736 HA di DAS Hulu).
BPDASHL-INROK Ir Tri Esty Indrawati MSi juga menambahkan permasalahan DAS Kampar yang tidak optimalnya daya dukung lingkungan hidup waduk dan DTA Koto Panjang yang mengakibatkan tingginya laju erosi di hulu DTA dan sedimentasi di waduk PLTA Koto Panjang dan masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam upaya konservasi tanah di pertanian lahan kering.
“Untuk mengantisipasi isu terkait pengelolaan DAS Kampar perlu dibentuk Forum DAS Kampar yang bertujuan adanya lembaga yang dapat berperan sebagai wadah koordinasi, konsultasi dan komunikasi antar pemangku kepentingan berbasis komitmen bersama yang dapat mewakili seluruh unsur masyarakat,” jelasnya.
Sementara para ahli dari Universitas Riau Prof Dr Adnan Kasri MSi, dan Prof Dr Ir Rifardi menyebutkan bahwa dalam penyusunan strategi dan rencana aksi sebaiknya dibentuk badan otorita yang sudah siap yang telah berkomitmen, sehingga dapat memperbaiki ekosistem tangkapan air DTA kotopanjang. Selain itu, arahan kebijakan perlu adanya kerjasama dan sinergitas antara lembaga dan penyusun regulasi dan adanya sanksi yang tegas terhadap pelaku perusakan hutan. (mukmin/rls)***