Unrinews. Dalam rangka penguatan PUI (Pusat Unggulan Iptek) Gambut dan Kebencanaan (PUI-GK), LPPM, Universitas Riau (UNRI) menaja sebuah seminar internasional yang bertajuk “Peatland: Degradation, Disaster, and The Hope for Sustainability” pada tanggal 6 September 2024 di Pekanbaru.
Seminar ini menghadirkan empat pembicara kunci (keynote speakers) dari empat negara, yaitu Jepang, Brunei, Thailand, dan Indonesia sendiri, selain empat pembicara tambahan yang berasal dari Indonesia dan Jepang.
Koichi Yamamoto yang mewakili Jepang memaparkan sebagian hasil risetnya tentang fenomena erosi dan akresi yang unik di pantai Pulau Bengkalis. Guru besar di Yamaguchi University ini mengemukakan sedimen yang dominan di pantai pulau ini adalah sedimen organik yang tak lain merupakan gambut. Berbeda dari sedimen anorganik, sedimen organik dapat mengalami dekomposisi dan itu berarti emisi karbon. Mengingat kuantitasnya yang cukup besar, sedimen gambut yang mengalami akresi sebaiknya dijaga agar tidak hilang, baik karena terkikis ulang oleh ombak maupun karena terdekomposisi. Meskipun demikian, ia mengamati, masyarakat membangun tambak udang dengan sembarangan hampir di banyak lokasi yang berada di sepanjang pantai Pulau Bengkalis. Hal ini tidak saja dapat mempercepat dekomposisi sedimen gambut yang terakumulasi, melainkan juga membuat pantai-pantai semakin rentan mengalami erosi atau abrasi.
Wida Susanti yang mewakili Brunei menyampaikan permasalahan kebakaran gambut dan strategi pengendalian yang diterapkan di negaranya. Dosen dan peneliti di Universiti Teknologi Brunei ini menerangkan pentingnya pengembangan dan penggunaan teknologi dalam mitigasi kebakaran lahan gambut, mulai dari pemetaan kerawanan kebakaran, pencegahan kebakaran, pemantauan berbasis satelit, pengembangan sistem patroli yang efektif, serta sistem penanggulangan kebakaran yang cepat.
Veerachai Tanpipat yang mewakili Thailand juga memaparkan permasalahan kebakaran gambut dan strategi pengendalian yang diterapkan di negaranya. Dosen dan peneliti di bidang kehutanan Kasetsrat University ini mengemukakan hal-hal yang menjadi pemicu kebakaran gambut di Thailand serta bagaimana potensi kebakaran gambut dicegah ataupun ditanggulangi apabila terlanjur terjadi. Chai, panggilan akrab pemakalah ini, menyebutkan pentingnya kerjasama internasional dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan kebakaran gambut maupun dalam upaya pencegahan dan penanggulannya apabila terjadi.
Haris Gunawan yang mewakili Indonesia menyodorkan pendekatan “green economy” sebagai sebuah strategi yang paling tepat untuk menyeimbangkan antara perlindungan dan pemanfaatan lahan-lahan gambut. Dosen UNRI yang juga mantan salah satu deputi Badan Restorasi Gambut (BRG) dalam periode 2016-2021 ini mendorong tumbuhnya kesadaran tentang nilai ekonomi dari mempertahankan gambut. Dengan adanya perdagangan karbon mempertahankan gambut berarti mengundang dollar dari negara-negara industri yang nilainya bisa mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya.
Sigit Sutikno, selaku ketua PUI-GK, menjelaskan bahwa penyelanggaraan seminar internasional ini merupakan bagian dari upaya menjadikan UNRI sebagai sebuah “center of excellence” dalam bidang ilmu serta teknologi yang berkaitan dengan gambut dan kebencanaan. Hal ini bermakna, UNRI dapat menjadi tempat yang tepat bagi mereka yang berminat belajar tentang gambut dan kebencanaan atau UNRI sebagai rujukan bagi pemerintah, perusahaan-perusahaan maupun masyarakat dalam kedua soal ini. Sigit menyatakan, bahwa hal ini sebenarnya sudah menjadi kenyataan. Ia mencontohkan, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) semakin sering melibatkan para pakar dari PUI-GK dalam barbagai permasalahan yang berkaitan dengan gambut maupun mangrove.(rls)***