unri.ac.id Potensi tindak pidana korupsi bisa ditemukan di mana saja. Ironinya, korupsi di Indonesia dilakukan dalam bentuk kerja sama antara anggota keluarga maupun kelompok tertentu, termasuk di lingkungan Perguruan Tinggi. Pada sisi aktor, dari kasus korupsi yang kerap terjadi diduga sering melibatkan civitas akademika, pegawai pemerintah daerah maupun pihak swasta.
Hal ini disampaikan, Kepala Group Head Direktorat Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI) Agus Pryanto pada acara Pertemuan Forum Satuan Pengawas Internal (SPI) Nasional V Tahun 2019. Jumat, (5/4/2019) di Hotel Pangeran Pekanbaru.
Terdapat sejumlah pola korupsi yang ada di Perguruan Tinggi. Dengan adanya pola tersebut, maka disinilah pentingnya peran SPI untuk mengawasi. “Sebagaimana yang kita ketahui, SPI tidak terlepas dari lima agenda kegiatan, yang meliputi, Audit, Riviu, Evaluasi, Pemantauan, dan Pengawasan. Oleh karena itulah SPI dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, sudah harus menyelaraskan antara tugas dan fungsi dengan perkembangan teknologi yang ada saat ini,” jelas Agus.
“Perkembangan teknologi, berimplikasi terhadap perubahan pola, tata kelola, proses kebijakan, dan transformasi pengawasan internal PTN yang tepat. Oleh karena itu, perspektif atau paradigma baru dalam pola pengawasan SPI dalam melakukan tindakan pencegahan pada suatu PTN, sangat mutlak diperlukan untuk jadi fokus pembahasan,” jelas Agus.
“Melalui forum ini, kita berharap penguatan tugas dan fungsi SPI dalam melakukan pengawasan tata kelola dibidang non akademik melalui Pemanfaatan teknologi, pada pelayanan inti maupun pelayanan pendukung di lingkungan Perguruan Tinggi dapat menghindari kasus korupsi, suap dan gratifikasi,” terangnya. (wendi. foto: roger) ***
sumber: HUMAS Universitas Riau
sumber: HUMAS Universitas Riau
sumber: HUMAS Universitas Riau