BRGM Gandeng PUI Gambut dan Kebencanaan UNRI Tinjau Kuala Selat

Unrinews. BRGM menggandeng para peneliti dari Pusat Unggulan Iptek (PUI) Gambut dan Kebencanaan UNRI untuk meninjau dan memperoleh pandangan tentang strategi pengelolaan lahan yang terdampak air laut di Kuala Selat, Kecamatan Kateman, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, tanggal 12-14 Agustus 2024.

Desa ini mendadak viral karena mengalami bencana ekologis berupa banjir air laut yang mengakibatkan tidak kurang dari 1700 ha lahan kebun kelapa masyarakat terendam dan tanamannya mengalami kematian. Mengingat kebun kelapa merupakan andalan kehidupan masyarakat setempat, kejadian ini tentu saja menimbulkan dampak sosial yang sangat signifikan.

Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) yang mengemban amanah restorasi gambut dan mangrove sangat berkepentingan untuk ikut turun tangan memitigasi bancana pesisir yang berskala besar ini.

Sigit Sutikno, ketua PUI Gambut dan Kebencanaan sekaligus salah satu peneliti yang ikut turun ke lapangan memberikan pandangan tentang arti penting pengelolaan air dalam kasus ini.

“Kebobolan tanggul daratan yang telah dibuat dari tanah oleh masyarakat mengakibatkan air laut dapat leluasa menjangkau hingga jauh ke darat di lokasi yang terdampak sehingga kerusakan kebun kelapa masyarakat semakin meluas,” jelas Sigit.

“Hal tersebut secara fundamental mengubah kondisi lahan kebun kelapa, sehingga kemungkinan tidak sesuai lagi untuk lahan budidaya. Sebaliknya, hal ini di lain pihak memberikan harapan akan kemungkinan tumbuhnya mangrove kembali, baik secara alamiah maupun melalui rehabilitasi,” lanjutnya.

“Meskipun demikian, kemungkinan dibutuhkan sebuah rekayasa untuk mempercepat proses rehabilitasi mangrove. Diantaranya dengan mengupayakan percepatan akumulasi sedimen melalui pembuatan breakwaters atau struktur pemecah ombak.”

Ahmad Muhammad, peneliti PUI Gambut dan Kebencanaan yang juga ikut melakukan peninjauan, memberikan pandangan bahwa terdapat potensi regenerasi alamiah yang cukup besar pada lahan yang terdampak air laut tersebut.  “Tetapi tidak boleh dilupakan, akan adanya potensi kegagalan proses ini apabila sekedar mengandalkan alam,” ia menambahkan.

Menurut Ahmad, terdapat kemungkinan proses ekologis sebagaimana yang diharapkan hanya akan membuat lahan bekas kebun kelapa tersebut menjadi hamparan padang piai (Acrostichum aureum), sejenis tumbuhan paku yang sangat invasif. “Apabila tumbuhan ini lebih dulu menguasai permukaan lahan bekas kebun kelapa tersebut, maka peluang terjadinya regenerasi mangrove secara alamiah menjadi sangat kecil dan apabila harus dilakukan rehabilitasi, akan dibutuhkan banyak upaya untuk membersihkan jenis paku-pakuan ini terlebih dahulu.”

Rombongan yang dipimpin langsung oleh Hartono, kepala BRGM, ini selain menyertakan dua deputinya juga menggandeng Azwar Maas, guru besar ilmu tanah UGM. Azwar menyebut beberapa faktor kritis yang akan menentukan apakah mangrove akan dapat tumbuh atau tidak pada lahan ini. “Salah satunya, yang paling berbahaya adalah teroksidasinya zat besi menjadi pirit, yang berpotensi menjadi racun bagi semua tumbuhan, termasuk mangrove,” ujar pakar ini.

Dalam kesempatan ini, Gatot Soebiantoro, yang saat ini menjabat Deputi IV BRGM menandaskan, perlunya kerjasama dari beragam pihak untuk menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi di Kuala Selat. “BRGM sangat berharap, para pakar – terutama dari UNRI, dapat membantu menyiapkan perencanaan yang tepat  yang tidak hanya meliputi aspek biofisik belaka, melainkan juga aspek sosialnya, untuk mengelola hamparan lahan yang terdampak banjir laut ini,” ungkap Gatot. (rls. foto: ist)***

BRGM Gandeng PUI Gambut dan Kebencanaan UNRI Tinjau Kuala Selat
BRGM Gandeng PUI Gambut dan Kebencanaan UNRI Tinjau Kuala Selat
BRGM Gandeng PUI Gambut dan Kebencanaan UNRI Tinjau Kuala Selat